Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Follow Budayakan membaca sebelum bertanya, malu bertanya sesat di jalan

(B) Pembangunan dan Interaksi Wilayah

 1. Teori Pembangunan Wilayah Teori Rostow

Gambar 1

W. W. Rostow mencetuskan teori pertumbuhan ekonomi yang pada mulanya dikemukakan sebagai suatu artikel dalam Economic Journal yang kemudian dibukukan dengan judul "The Stages of Economic Growth" (1971). Diungkapkan bahwa setiap negara di dalam perkembangannya akan melalui tahapan-tahapan yang sama, yakni melalui 5 (lima) fase berturut-turut: masyarakat tradisional, prakondisi untuk lepas landas, lepas landas, gerakan ke arah kedewasaan, dan masa konsumsi tinggi.

Secara umum analisis Rostow berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi sebagai akibat munculnya perubahan yang fundamental yang terjadi dalam aktivitas ekonomi maupun dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat.

Dalam membedakan kelima fase pembangunan, Rostow mendasarkan kepada ciri-ciri umum perubahan keadaan: ekonomi, politik, dan sosial yang berlaku. Pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi suatu masyarakat modern merupakan suatu proses yang mempunyai dimensi banyak, tidak sekedar ditandai dengan menurunnya peranan faktor pertanian dan meningkatnya peranan faktor industri dan jasa.

Secara garis besar kelima fase pembangunan ekonomi Rostow adalah sebagai berikut:

  1. 1)  Masyarakat Tradisional (The Traditional Community)

    Gambar 2

    Pada fase ini fungsi produksi terbatas dimana cara produksi yang digunakan masih relatif primitif dan cara hidup masyarakat masih dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional dan bersifat turun temurun. Tingkat produksi masih sangat terbatas, dan sebagian sumber-sumber daya masyarakat digunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian. Di sektor pertanian struktur sosialnya sangat bersifat hirarkhis.

  2. 2)  Prasyarat untuk Lepas Landas (The Preconditions for Take Off)

    Pada fase ini masyarakat sudah mulai mempersiapkan diri atau dipersiapkan dari luar, untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self sustained growth). Pada fase ini pula dan seterusnya pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis. Ada 2 corak menyertai tahap prasyarat lepas landas ini. Pertama, adalah tahap prasyarat lepas landas yang dialami oleh negara-negara Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Afrika, dimana tahap ini dicapai dengan perombakan masyarakat tradisional yang sudah lama ada. Corak yang kedua adalah tahap prasyarat lepas landas yang dicapai oleh negara-negara "born free" seperti: Amerika Serikat, Canada, Australia, dan New Zealand, di negara- negara tersebut mengalami prasyarat lepas landas tanpa harus merombak sistem masyarakat yang tradisional.

    3)  Lepas Landas (The Take Off)

    Pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat, seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau terbukanya pasar-pasar baru. Hambatan-hambatan yang berupa unsur-unsur tradisional mulai menghilang, modernisasi dan pertumbuhan ekonomi merupakan gejala umum dimana-mana. Tingkat pendapatan perkapita semakin besar sebagai akibat adanya pertumbuhan pendapatan nasional yang melaju melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Kalau pada fase pertama dan kedua biasanya berlangsung lama, maka pada fase lepas landas ini berlangsung dalam waktu yang relatif pendek, yaitu 40 s.d. 60 tahun (Wheeler, 1981:49).

    4)  Gerakan ke Arah Kedewasaan (The Drive to Maturity)

    Pada masa ini masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya. Di samping itu struktur dan keahlian tenaga kerja mengalami perubahan, dan peranan sektor industri semakin penting, dilain pihak sektor pertanian mengalami penurunan. Sejalan dengan semakin besarnya peranan sektor industri muncullah kritik-kritik terhadap industrialisasi sebagai akibat dari ketidak puasan terhadap dampak industrialisasi. Pada fase ini pula peningkatan keuntungan ekonomi semakin melimpah ke dalam kesejahteraan sosial dan penanaman modal ke wilayah lain. Demikian pula sifat kepemimpinan maupun kemahiran dan kepandaian para pekerja menjadi semakin terspesialisasi secara lanjut.

    5)  Masa Konsumsi Tinggi (The Age Off Hight Mass Consumption)

    Pada fase ini orientasi tidak lagi pada masalah produksi, akan tetapi lebih difokuskan kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan peningkatan kualitas konsumsi dan kesejahteraan masyarakat. Adapun tujuan masyarakat pada fase ini antara lain adalah: memperbesar pertumbuhan dan kekuasaan terhadap wilayah lain: menciptakan welfare state, sehingga kemakmuran menjadi lebih merata, dan berusaha mempertinggi konsumsi masyarakat di atas keperluan pokok (sandang, pangan, perumahan) menjadi barang-barang berkualitas tinggi, tahan lama, dan barang-barang mewah.

    Berdasarkan teori Rostow dapat dikatakan bahwa dewasa ini negara-negara berkembang termasuk di antara fase pertama sampai fase ketiga, sedang negara-negara maju termasuk dalam fase keempat dan kelima.

    Teori dari W.W. Rostow tersebut mempunyai cukup banyak kelemahan antara lain: tidak ada perbedaan yang pasti antara fase yang satu dengan yang lain (masih kabur); ciri-ciri dalam setiap tahap kurang dapat diuji secara empiris; teori tersebut belum tentu dapat menunjukkan tahap pembangunan di negara-negara berkembang, di samping itu perlu diingat bahwa proses pembangunan tidak hanya bersifat self-sustained growth, melainkan juga bersifat self limiting effect, dan laju pembangunan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menciptakan masing-masing kekuatan.


    2. Teori Interaksi Wilayah

    Perkembangan wilayah tidak berjalan serentak, ada yang berkembang pesat namun ada pula yang berjalan lambat. Perkembangan wilayah ini terkait dengan interaksi antar wilayah. Beberapa komponen yang mempengaruhi interaksi wilayah antara lain adalah jumlah penduduk, jarak dan jumlah jaringan jalan yang menghubungkan antar wilayah. Kekuatan interaksi wilayah dapat dibandingkan dengan menggunakan teori grafik, model gravitasi dan teori titik henti.


    1) Teori Grafik

    Salah satu komponen penting interaksi antar wilayah adalah infrastruktur berupa jaringan jalan. Makin banyak jaringan jalan yang menghubungkan antar kota maka alternatif distribusi penduduk, barang dan jasa makin lancar. Anda tentu sependapat bahwa antara satu wilayah dan wilayah lain senantiasa dihubungkan oleh jalur-jalur transportasi sehingga membentuk pola jaringan transportasi. Tingkat kompleksitas jaringan yang menghubungkan berbagai wilayah merupakan salah satu indikasi kuatnya arus interaksi.

    Sebagai contoh, dua wilayah yang dihubung kan dengan satu jalur jalan tentunya memiliki kemungkinan hubungan penduduknya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dua wilayah yang memiliki jalur transportasi yang lebih banyak.

    Untuk menganalisis potensi kekuatan interaksi antarwilayah ditinjau dari struktur jaringan jalan sebagai prasarana transportasi, K.J. Kansky mengembangkan Teori Grafik dengan membandingkan jumlah kota atau daerah yang memiliki banyak rute jalan sebagai sarana penghubung kota-kota tersebut. Menurut Kansky, kekuatan interaksi ditentukan dengan Indeks Konektivitas. Semakin banyak jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota maka makin tinggi nilai indeks konektivitasnya. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap potensi pergerakan manusia, barang, dan jasa karena prasarana jalan sangat memperlancar tingkat mobilitas antarwilayah. Untuk menghitung indeks konektivitas ini digunakan rumus sebagai berikut.

    LATIHAN SOAL

    Contoh bandingkan indeks konektivitas dua wilayah berikut ini.


    Gambar 3

    Diketahui: 
    Jumlah Kota Wilayah A = 6
    Jumlah Jaringan Jalan Wilayah A = 9
    Ditanya: Indeks konektifitas Wilayah A = .....

    Diketahui:
    Jumlah Kota Wilayah B = 7
    Jumlah Jaringan Jalan Wilayah B = 10
    Ditanya: Indeks konektifitas Wilayah B = .....

    Wilayah mana yang memiliki indeks konektifitas yang lebih besar?

    TUGAS 1
    Setelah kalian menganalisa indeks konektifitas di atas. Mari kita coba analisa indeks konektifitas secara kontekstual (dunia nyata). Kalian bisa menggunakan skala provinsi, kabupaten, kecamatan maupun desa. Misalnya kalian memilih skala desa, maka ketentuannya adalah jumlah banjar dianggap pusat kotanya. Sedangkan jumlah jaringan jalannya sesuai dengan jalan yang menghubungkan tiap banjar. Buatlah sketsa seperti Gambar 3 agar Guru mudah memeriksa. Selamat bekerja!

  3. TUGAS 2
    a. Perhatikan data pusat kota di Provinsi Bali berikut ini!

  4. b. Perhatikan jumlah jaringan jalan di Provinsi Bali berikut ini!

  5. c. Hitunglah berapa indeks konektifitas di Provinsi Bali menurut Teori Grafik!

Analisis indeks konektivitas dapat dijadikan salah satu indikator dan pertimbangan untuk menentukan lokasi usaha yang potensial menguntungkan karena memiliki nilai interaksi yang tinggi. Indeks konektivitas yang tinggi dapat ditafsirkan wilayah tersebut memiliki interaksi yang tinggi pula sehingga memperlancar arus pergerakan manusia, barang, dan jasa yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 

2) Teori Gravitasi

Teori Gravitasi kali pertama diperkenalkan dalam disiplin ilmu Fisika oleh Sir Issac Newton (1687). Inti dari teori ini adalah bahwa dua buah benda yang memiliki massa tertentu akan memiliki gaya tarik menarik antara keduanya yang dikenal sebagai gaya gravitasi. Kekuatan gaya tarik menarik ini akan berbanding lurus dengan hasil kali kedua massa benda tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua benda tersebut. Secara matematis, model gravitasi Newton ini dapat diformulasikan sebagai berikut.


Model gravitasi Newton ini kemudian diterapkan oleh W.J. Reilly (1929), seorang ahli geografi untuk mengukur kekuatan interaksi keruangan antara dua wilayah atau lebih. Berdasarkan hasil penelitiannya, Reilly berpendapat bahwa kekuatan interaksi antara dua wilayah yang berbeda dapat diukur dengan memerhatikan faktor jumlah penduduk dan jarak antara kedua wilayah tersebut. Untuk mengukur kekuatan interaksi antarwilayah digunakan formulasi sebagai berikut.


Perbandingan potensi interaksi antarwilayah dengan memanfaatkan formula yang dikemukakan Reilly ini dapat diterapkan jika kondisi wilayah-wilayah yang dibandingkan memenuhi persyaratan tertentu.

Adapun persyaratan tersebut antara lain sebagai berikut.

  1. Kondisi sosial-ekonomi, tingkat pendidikan, mata pencarian, mobilitas, dan kondisi sosial-budaya penduduk setiap wilayah yang dibandingkan relatif memiliki kesamaan.

  2. Kondisi alam setiap wilayah relatif sama, terutama berkaitan dengan kondisi topografinya.

  3. Keadaan sarana dan prasarana transportasi yang meng hubung kan wilayah- wilayah yang dibandingkan relatif sama.


3) Teori Titik Henti (Breaking Point Theory)

Teori Titik Henti (Breaking Point Theory) merupakan hasil modifikasi dari Model Gravitasi Reilly. Teori ini memberikan gambaran tentang perkiraan posisi garis batas yang memisahkan wilayah-wilayah perdagangan dari dua kota atau wilayah yang berbeda jumlah dan komposisi penduduknya. Teori Titik Henti juga dapat digunakan dalam memperkirakan penempatan lokasi industri atau pusat pelayanan masyarakat. Penempatan dilakukan di antara dua wilayah yang berbeda jumlah penduduknya agar terjangkau oleh penduduk setiap wilayah.

Menurut teori ini jarak titik henti (titik pisah) dari lokasi pusat perdagangan (atau pelayanan sosial lainnya) yang lebih kecil ukurannya adalah berbanding lurus dengan jarak antara kedua pusat perdagangan. Namun, berbanding terbalik dengan satu ditambah akar kuadrat jumlah penduduk dari kota atau wilayah yang penduduknya lebih besar dibagi jumlah penduduk kota yang lebih sedikit penduduknya. Formulasi Teori Titik Henti adalah sebagai berikut.

Contoh soal:

Kota A memiliki jumlah penduduk 20.000 jiwa, sedangkan kota B 80.000 jiwa. Jarak antara kedua kota tersebut adalah 100 kilometer. Di manakah lokasi pusat perdagangan yang tepat dan strategis agar terjangkau oleh penduduk setiap kota tersebut?




1 komentar untuk "(B) Pembangunan dan Interaksi Wilayah"