Materi Kebumian - (I) Fenomena Optik dalam Meteorologi
FENOMENA OPTIK METEOROLOGI
Dasar dari segala fenomena optik adalah teori geometri sinar. Menurut Stull (2000), pada saat cahaya monokromatik mencapai bidang pertemuan antara dua media berbeda seperti udara dan air, maka ada bagian cahaya yang dipantulkan kembali (reflection), ada bagian yang dibiaskan (refraction), ada pula bagian yang diserap dan diubah menjadi panas. Perlakuan tersebut akan bergantung pada jenis medium yang dilalui pula, apakah udara dan air, atau udara dan kristal es, juga udara dan bentuk padatan lain di atmosfer seperti partikel.
Selain itu, fenomena optik juga erat hubungannya dengan Hukum Snellius. Hukum Snellius menyatakan bahwa cahaya yang memasuki medium yang lebih rapat akan dibelokkan mendekati garis normal, sedangkan cahaya yang memasuki medium yang lebih renggang akan dibelokkan menjauhi garis normal, dengan ci adalah kecepatan cahaya melalui medium i, ni adalah indeks pembiasan (refractive index).
Fenomena optik meteorologi dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk medium yang dilaluinya, yaitu:
butir air (liquid drop optics)
kristal es (ice-crystals optics)
molekul-molekul udara
partikel pencemar
debu
butiran awan
Untuk fenomena optik dengan bentuk medium molekul udara, partikel pencemar, debu, dan butiran awan menggunakan proses optik pemancaran (scattering), difraksi (diffraction), dan refraksi (refraction).
1. Fenomena optik dengan bentuk medium optik butiran cair (liquid drop optics)
Pelangi merupakan fenomena optik yang terbentuk akibat adanya cahaya matahari yang menimpa butir air di udara. Teori dasar yang mengawali adalah teori refraksi yang secara matematis ditemukan ilmuwan Belanda bernama Willebrord Snell (Greenler, 1980). Snellius tidak sempat mempublikasikan teorinya secara resmi. Beberapa ilmuwan yang mengetahuinya menyebut teori tersebut dengan Hukum Snell. Di Prancis hukum ini dikenal sebagai Hukum Descartes, karena adanya ilmuwan lain (René Descartes) yang menemukan hal yang sama 16 tahun kemudian, dipublikasikan secara resmi dan lebih dikembangkan.
René Descartes adalah orang pertama yang memberikan penjelasan yang cukup memuaskan pada saat itu mengenai pelangi (rainbow) yang dipublikasikan pada tahun 1637 . Percobaannya menunjukkan bahwa pelangi primer (primary rainbow, bright rainbow) adalah hasil dari cahaya matahari yang memasuki butiran air, dipantulkan oleh sisi bagian dalam, dan kemudian keluar kembali. Descartes menyimpulkan bahwa berkas cahaya lebih banyak keluar pada sudut 41°-42° daripada interval lain, dan konsentrasi berkas cahaya di sekitar sudut maksimum tersebut yang menyebabkan tampaknya pelangi. Pelangi dapat terlihat jika pengamat melihat ke arah langit dengan sudut sekitar 42° terhadap titik antisolar. Titik antisolar (antisolar point) adalah titik yang berada satu garis lurus dengan matahari dan pengamat, yang ditandai dengan adanya bayangan pengamat atau kamera.
Pelangi Primer (Primary Rainbow)
Ketika sinar matahari (yang terdiri dari semua cahaya tampak) bertemu dengan tetesan air hujan yang jatuh, maka beberapa cahaya akan dibiaskan (refraksi) oleh tetesan air, direfleksikan sekali oleh permukaan dalam tetesan, dan kemudian dibiaskan keluar dari tetesan. Pelangi selalu terlihat pada sudut 42° terhadap busur lingkaran pelangi dan bagian atas pelangi tidak pernah lebih dari 42° di atas cakrawala. Karena pelangi terbentuk dengan cara melibatkan satu kali refleksi cahaya di dalamnya, mereka sering disebut sebagai pelangi primer.
Pelangi sekunder merupakan pelangi yang terbentuk dari pemantulan cahaya sebanyak dua kali atau lebih. Pelangi sekunder akan terlihat di langit berada di atas pelangi primer. Susunan warna pelangi sekunder merupakan kebalikan dari susunan warna pelangi primer. Pada pelangi sekunder warna merah akan berada pada bagian dalam sedangkan warna ungu berada pada bagian luar. Warna yang dimiliki oleh pelangi sekunder akan terlihat lebih buram jika dibandingkan dengan pelangi primer. Menurut Descartes, cahaya yang masuk ke dalam butiran air akan masuk pada sudut tertentu sehingga di dalam butiran air akan mengalami 2 kali refleksi, baru kemudian dikeluarkan pada sudut 51° terhadap titik antisolar.
Proses pembentukan pelangi sekunder (kiri) dan contoh pelangi primer dan sekunder (kanan).
Pelangi Tersier (Tertiary Rainbow)
Pelangi dengan orde yang lebih tinggi jarang ditemukan di alam. Percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa pelangi tersier dapat terlihat dengan sudut 40°, tetapi lengkungannya sangat dekat dengan matahari sehingga kemungkinan di alam tidak tampak karena kondisi langit yang sangat terang dan warna pelangi yang sangat tipis dibandingkan pelangi primer dan sekunder. Percobaan di laboratorium telah dilakukan oleh Jearl D. Walker tahun 1976 dan ditemukan orde pelangi hingga ke-13.
Fenomena pelangi yang lainnya:
Interference/Supernumerary Bows
Fenomena supernumerary bows adalah ketika pelangi mengalami interferensi yang kemudian menghasilkan adanya busur-busur pelangi tambahan di belakang pelangi utama dengan jarak yang rapat.
Pelangi Putih (White Rainbow)
Air hujan, yang rata-rata berdiameter sekitar 2.000 mikrometer (2 mm), akan menciptakan pelangi biasa dengan memisahkan cahaya matahari menjadi semua warna yang berbeda yang kita lihat. Sementara awan yang jauh lebih kecil atau tetesan kabut, yang rata-rata sekitar berdiameter 20 mikrometer, akan menciptakan pelangi putih dengan mengarahkan cahaya matahari, tetapi tidak memecahnya menjadi aneka warna. Karena terbentuk dati tetesan awan dan kabut, pelangi putih biasanya disebut juga sebagai fog bows atau cloud bows.
Pelangi Merah (Red Rainbow)
Proses terbentuknya pelangi ini kurang lebih sama dengan mengapa saat matahari terbit dan terbenam langit nampak kemerahan, yaitu dikarenakan ketika matahari berada di horizon maka gelombang biru dan hijau akan melemah karena efek scattering/hamburan oleh molekul udara dan debu akibat dari perjalanan yang lebih panjang di atmosfer bagi gelombang cahaya tersebut untuk sampai di mata kita. Sehingga yang tersisa hanyalah gelombang berwarna merah dan kuning yang akan menghasilkan pelangi merah.
Pelangi yang Dipantulkan (Reflected Rainbow)
Pelangi yang dipantulkan (reflected rainbow) adalah pelangi yang dipantulkan oleh permukaan lain yang ada di hadapan pengamat (misalnya permukaan air). Sehingga pengamat akan melihat pelangi di langit dan di permukaan air.
Pelangi dari Cahaya Bulan (Lunar Bow)
Pelangi dari cahaya bulan atau biasa disebut lunar bow adalah pelangi yang dihasilkan oleh cahaya yang dipantulkan dari permukaan bulan (bukan dari sinar matahari langsung) dan dihasilkan dari pembiasan oleh kelembaban di udara. Relatif samar, karena jumlah cahaya yang lebih sedikit yang dipantulkan oleh permukaan bulan. Mereka selalu berada di sisi yang berlawanan dari bulan di langit.
2. Fenomena dengan medium perantara optik kristal es
Cahaya matahari yang jatuh di permukaan kristal es, sebagian akan masuk ke dalam kristal dan mengalami refraksi dan sebagian lagi akan dipantulkan (refleksi). Masing-masing peristiwa itu akan membawa fenomena tersendiri. Hal lain yang akan mempengaruhi jenis fenomena optik kristal es ini adalah bentuk kristal. Di atmosfer bentuk kristal es yang paling sederhana adalah bentuk pensil (prisma) dan bentuk lempeng (plate).
Jenis kristal es (kiri) dan contoh-contoh peristiwa fenomena optik dengan medium kristal es beserta jenis kristal es yang menyebabkannya (kanan).
Contoh fenomena-fenomena dengan medium kristal es adalah:
Halo 22°
Halo ini adalah halo yang membentuk lingkaran 22° mengelilingi matahari, atau kadangkadang bulan (juga disebut cincin atau halo bulan musim dingin). Halo ini berbentuk oleh sinar matahari yang dibiaskan dalam jutaan kristal es heksagonal yang berada di awan tinggi tipis seperti sirostratus. Halo ini berukuran besar dan yang sering kita lihat di langit.
Halo 46°
Halo jenis ini merupakan halo yang membentuk lingkaran halo 46° dari matahari atau bulan. Sekalipun lebih jarang ditemukan dibandingkan halo 22° tetapi proses pembentukannya sama seperti halo 22°. Yang menentukan apakah halo akan membentuk halo 22° atau halo 46° adalah jalur yang dilalui cahaya ketika melewati kristal es heksagonal. Pada halo 22°, cahaya akan memasuki kristal es dari satu sisi kemudian keluar di sisi lainnya (yang berseberangan).
Sementara pada halo 46°, cahaya akan masuk dari satu sisi kristal kemudian keluar dari bagian atas atau bawah kristal. Cahaya tersebut akan mengalami refraksi sebanyak dua kali ketika memasuki kristal es dan kedua refraksi tersebut akan membelokkan/membiaskan arah cahaya sebesar 46° dari arah semula. Pembelokkan arah cahaya ini akan menghasilkan lingkaran cahaya sebesar 46° dari matahari atau bulan.
Sundogs
Sundog/mock sun/parhelion adalah fenomena optik di atmosfer berupa sinar terang di kanan atau kiri matahari. Dua sundogs seringkali mendampingi halo 22°. Fenomena ini terjadi akibat adanya refraksi oleh kristal es di atmosfer.
Light Pillar
Pilar cahaya adalah kemunculan garis-garis vertikal cahaya di langit dari matahari saat matahari tenggelam atau terbit (dapat terbentuk dari cahaya bulan atau sumber cahaya lainnya). Terbentuk karena adanya kristal es hexagonal dan kolom di udara.
3. Fenomena akibat proses scattering atau hamburan
Hamburan adalah peristiwa penyerapan dan pemantulan kembali cahaya oleh suatu sistem partikel. Contoh fenomena-fenomena dari proses ini adalah:
Crepuscular Ray
Crepuscular ray adalah sinar matahari yang muncul yang memancar dari titik di mana matahari berada di langit. Sinar ini, yang aliran melalui celah-celah di awan (terutama stratocumulus) atau antara objek lainnya, merupakan kolom udara yang diterangi matahari dan dipisahkan oleh daerah awan gelap.
Anticrepuscular Ray
Anticrepuscular ray adalah berkas sinar yang mirip dengan crepuscular, namun terlihat berada di tempat yang berlawanan dari matahari. Cahaya ini terjadi ketika crepuscular ray yang muncul dari matahari terbit atau tenggelam terlihat mengalami konvergensi ulang di titik antisolar (titik langit yang berlawanan dengan arah matahari).
Twilight
Twilight adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh hamburan sinar matahari di atmosfer atas, menerangi atmosfer yang lebih rendah ketika matahari itu sendiri tidak langsung terlihat karena berada di bawah cakrawala, sehingga permukaan bumi bukanlah benar-benar menyala atau benar-benar gelap. Kata "twilight" juga digunakan untuk menunjukkan periode waktu ketika iluminasi ini terjadi.
4. Fenomena akibat proses difraksi
Difraksi adalah proses menyebar atau membeloknya suatu cahaya ketika cahaya tersebut mengenai suatu penghalang. Semakin kecil halangan, penyebaran gelombang semakin besar.
Contoh fenomena yang dihasilkan oleh proses ini adalah:
Corona
Corona merupakan fenomena optik di atmosfer yang disebabkan oleh difraksi cahaya matahari atau bulan oleh butit-butir air atau kadang kristal es yang kecil atau pada permukaan gelas pada kondisi berkabut.
Iridescent Clouds
Iridescent clouds atau irisation adalah fenomena munculnya warna-warni di awan akibat adanya difraksi oleh awan-awan tipis dan umumnya terjadi pada awan altokumulus, sirokumulus, lentikular, dan sirrus.
Glory
Glory adalah fenomena yang disebabkan oleh proses difraksi oleh butir-butir kecil air. Jarijari glory bergantung pada ukuran tetes dimana semakin kecil tetes maka semakin besar glory.
5. Fenomena akibat proses refraksi
Refraksi adalah peristiwa ketika cahaya melalui medium yang sama tetapi memiliki beda kerapatan. Contoh fenomena refraksi adalah mirage. Mirage adalah fatamorgana optik dimana cahaya matahari terbiaskan sehingga menghasilkan kenampakan suatu objek yang letaknya jauh atau langit seakan-akan bergeser dari posisi sebenarnya. Peristiwa ini juga seringkali disertai kenampakan beriak seperti air di atas jalanan beraspal.
OBSERVASI METEOROLOGI
Data di bidang meteorologi berasal dari tiga sumber yaitu:
Pengukuran yang berdasarkan keadaan permukaan, yaitu baik pengamatan permukaan ataupun radiosonde.
Penginderaan jarak jauh (remote sensing) yang dapat berasal dari satelit maupun berbagai macam radar, lidar, dan sodar.
Analisis model numerik, yang erat dikaitkan dengan prakiraan cuaca ke depan.
Dalam meteorologi dikenal adanya Meteorological Observation Network yang merupakan jaringan dari negara-negara yang tergabung dalam World Meteorological Organization (WMO) yang melakukan observasi/pengamatan parameter yang sama dengan standar jam operasional yang sama. Jaringan ini digunakan untuk menghimpun data keadaan cuaca pada waktu yang sama di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Observasi ini disebut dengan observasi sinoptik. Observasi ini dilakukan selama 4 kali dalam sehari setiap 6 jam dengan menggunakan patokan standar waktu UTC/GMT, yaitu pada 00:00 UTC, 06:00 UTC, 12:00 UTC, dan 18:00 UTC. Beberapa stasiun di seluruh dunia melaporkan data lebih sering dari aturan tersebut, setiap tiga jam atau bahkan setiap satu jam. Pada observasi sinoptik dikenal dua macam pengukuran, yaitu observasi permukaan dan obervasi udara atas.
1. Observasi permukaan
Pada observasi permukaan, parameter dasar yang diukur meliputi temperatur, titik embun, tekanan, curah hujan, arah dan kecepatan angin, observasi manual dari perawanan, keadaan cuaca yang sedang terjadi, visibilitas, dan sebagainya. Pada observasi permukaan juga diukur parameter radiasi inframerah dan cahaya matahari dengan metode automatisasi.
Pengamatan dilakukan di stasiun meteorologi/taman alat. Syarat penempatan taman alat ini adalah sebagai berikut:
Terletak di daerah terbuka dan datar. Jarak dengan pohon/bangunan terdekat minimal sejauh 10 kali tinggi pohon/bangunan yang dimaksud.
Luas taman alat ini tidak kurang dari 20 x 20 m2.
Memiliki pagar pembatas setinggi 120 cm dengan tinggi rumput di dalam taman alat kurang dari 10 cm.
Tidak berada di sebelah timur/barat pepohonan/bangunan.
Tidak berada di lokasi yang mudah tergenang.
Di dalam taman alat ini terdapat berbagai macam instrumen pengukur, diantaranya sebagai berikut:
Automatic Weather System (AWS) merupakan suatu alat otomatis pengukur parameter meteorologi, seperti suhu, kelembaban, curah hujan, arah dan kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan tekanan udara. Alat ini terhubung pada logger otomatis yang mencatat hasil pengukuran sehingga kemudian data tersebut dapat dipindahkan ke komputer untuk kemudian diolah.
Sangkar Stevenson/Sangkar Meteorologi
Sangkar ini berbentuk seperti sangkar burung, berguna untuk melindungi alat-alat yang terdapat di dalamnya agar terhindar dari sinar matahari langsung dan pengaruh lingkungan. Alat yang terdapat di dalam sangkar ini antara lain: termometer bola basah, termometer bola kering, termometer maksimum, termometer minimum, higrometer, psikrometer, barometer, dan termograf.
Campbell Stokes
Bola kaca ini berdiameter 10-15 cm dan digunakan untuk mengukur lama penyinaran matahari. Dengan prinsip kerja sederhana yaitu lensa cembung yang akan mengumpulkan sinar matahari ke suatu titik fokus/titik api yang kemudian akan membakar kertas pias yang diletakkan di bawahnya. Jejak/bekas bakaran pada kertas pias akan menunjukkan lama penyinaran.
Radar (Radio Detection and Ranging): sistem deteksi objek menggunakan gelombang elektromagnetik (radio atau mikro). Radar cuaca digunakan untuk mendeteksi presipitasi, menghitung kecepatan presipitasi, dan memperkirakan jenis presipitasi tersebut. Radar wind profile: digunakan untuk mendapatkan profil vertikal angin. Terdapat hanya di Kota Tabang, Sumatera Barat. Sodar (Sound Detection and Ranging): instrumen meteorologi yang menggunakangelombang suara untuk mengukur angin di berbagai ketinggian. Lidar (Light Detection and Ranging): instrumen yang menggunakan sinar laser.Digunakan untuk klasifikasi tipe awan dan menghitung ketinggian dasar awan, observasi aerosol di atmosfer, mengukur konsentrasi gas-gas di atmosfer, mengukur temperatur atmosfer dari permukaan hingga ketinggian 120 km, dan untuk pengamatan lapisan batas atmosfer. Dropsonde: sonde dijatuhkan dari pesawat dengan disertai parasut yang berbentuk seperti balon. Data dikirimkan lewat gelombang radio dari sonde ke pesawat. Penginderaan jarak jauh menggunakan satelit juga sangat berguna untuk mengukur temperatur permukaan, tinggi awan, konsentrasi uap air, kandungan aerosol, profil temperatur, konsentrasi zat-zat kimia, dan juga kecepatan angin di atas permukaan laut.
A. EvaporimeterB. AtmometerC. LisimeterD. Soil thermometerE. Pluviometer
A. Perheliometer, intensitas radiasi matahari langsungB. Termohigrograf, temperatur dan kelembaban udaraC. Pyrgeometer, mengukur radiasi inframerahD. Campbell stokes, lama penyinaran matahariE. Ceilometer, untuk mengukur tinggi dasar awan
A. Primary rainbowsB. Secondary rainbowsC. Tertiary rainbowsD. Supernumerary bowsE. Reflected rainbows
A. Mendekati, menjauhiB. Menjauhi, mendekatiC. Sejajar, menjauhiD. Mendekati, sejajarE. Sejajar, sejajar
A. Crepuscular ray biasanya muncul menjelang matahari terbit, sementaraanticrepuscular ray biasanya muncul menjelang matahari terbenam.B. Crepuscular ray terjadi karena terhalang oleh awan sementara anticrepucular rayterjadi tanpa terhalang awan.C. Fenomena crepuscular ray lebih langka terjadi dibandingkan anticrepuscular ray.D. Crepuscular ray terjadi karena adanya konvergensi ulang di titik antisolar sementaraanticrepuscular ray terjadi ketika cahaya matahari terlihat berkonvergensi dari 1 titiktertentu.E. Jika Anda sedang berdiri menghadap matahari, maka wajah Anda akan menghadapcrepuscular ray sementara anticrepuscular ray kemungkinan berada di punggung Anda.
A. 20° dan 50°B. 23° dan 56°C. 25° dan 42°D. 22° dan 46°E. 20° dan 48°
A. HaloB. SundogsC. MoondogsD. RainbowsE. Glories
A. Sudut datang cahaya matahariB. Bentuk kristal es yang merefraksiC. Orientasi kristal es yang merefraksiD. Waktu kejadianE. Media yang merefraksi
A. Crepuscular rayB. TwilightC. IrisationD. GloryE. Pelangi
A. RefleksiB. RefraksiC. ScatteringD. DifraksiE. Dispersi
A. Refraksi-refleksi-refraksiB. Refleksi-refraksi-refleksiC. Refleksi-refraksi-refraksiD. Refraksi-refleksi-refleksiE. Refraksi-refleksi-difraksi
A. Satu kali refleksi dan dua kali refraksiB. Satu kali refleksi dan satu kali refraksiC. Dua kali refleksi dan dua kali refraksiD. Dua kali refleksi dan dua kali dispersiE. Dua kali refleksi dan tiga kali refraksi
A. Sirokumulus, awan tinggiB. Altokumulus, awan menengahC. Stratokumulus, awan rendahD. Altostratus, awan menengahE. Sirostratus, awan tinggi
A. Termometer maksimum diisi oleh alkohol sementara termometer minimum diisi olehraksa.B. Termometer maksimum diletakkan sedikit miring sementara termometer minimumdiletakkan mendatar.C. Pada termometer minimum terdapat celah sempit di ujung tabung sementara padatermometer maksimum tidak ada.D. B dan C benar.E. Semua benar.
A. IsolobarB. IsohumeC. IsohelD. IsonephE. Isotach
A. HaloB. SundogsC. CoronaD. MirageE. Pelangi
A. HaloB. SundogsC. Sun pillarD. GloryE. Circumzenithal arc
A. RadiosondeB. RadarC. LidarD. SodarE. Dropsonde
A. OmbrometerB. UdometerC. DisdrometerD. AtmometerE. Pluviometer
A. Warm frontB. Cold frontC. Stationary frontD. Occluded frontE. Squall line
A. Warm frontB. Cold frontC. Stationary frontD. Occluded frontE. Squall line
A. 988 mbB. 988 atmC. 0.986 atmD. 0.986 hPaE. 998.8 Pa
A. 15 knot dari arah barat lautB. 15 knot dari arah tenggaraC. 25 knot ke arah barat lautD. 25 knot ke arah tenggaraE. 30 knot dari arah barat laut
A. 17°CB. 8°CC. 290 KD. 62.6°FE. 13.6°R
A. CerahB. HujanC. GerimisD. 7/8 berawanE. Berkabut
A. SatelitB. DropsondeC. Light Detection and RangingD. RadiosondeE. Radar wind profiler
A. 3601 mB. 4601 mC. 5601 mD. 6601 mE. Tidak ada jawaban yang benar
A. Perbedaan temperaturB. Daya yang ditransmisikan kembali ke radarC. Ketinggian awanD. Kecepatan awan yang bergerakE. Kecepatan angin
A. HujanB. SaljuC. HailD. SleetE. Freezing rain
A. Terletak di daerah terbuka dan datarB. Jarak dengan pohon/bangunan terdekat paling sedikit 10 kali tinggi pohon/bangunan yang bersangkutanC. Tidak berada di sebelah timur/barat pepohonan/bangunanD. A dan B benarE. Semua benar
Posting Komentar untuk "Materi Kebumian - (I) Fenomena Optik dalam Meteorologi"
Isilah komentar dengan bijak!